Pengesahan RUU BHP Diwarnai Aksi Demo Mahasiswa

Pengesahan RUU BHP yang disetujui seluruh fraksi, diwarnai demo mahasiswa di dalam ruang rapat paripurna. RUU ini dinilai bernuansa komersialisasi dan liberalisasi pendidikan.

Pendidikan merupakan kebutuhan bagi manusia untuk meningkatkan kapasitas pengetahuannya. Atas dasar itu, DPR berinisiatif untuk melakukan perubahan dalam dunia pendidikan yang sebelumnya diterapkan sistem Badan Hukum Milik Negara (BHMN), menjadi Badan Hukum Pendidikan (BHP).

Rabu (17/12), DPR mulai menjadwalkan RUU Badan Hukum Pendidikan untuk diambil pada Keputusan Tingkat II atau di paripurnakan. Seperti biasa, secara satu persatu fraksi menyampaikan pandangan akhirnya ke depan mimbar paripurna. Namun, setelah pandangan fraksi yang keempat, yang disampaikan Anwar Arifin dari Fraksi Golkar, tiba-tiba terdengar teriakan interupsi dari balkon atas.

“Interupsi, Penghianat!!,” salah satu mahasiswa Universitas Indonesia (UI) berteriak lantang. Akibat kericuhan itu, sidang sempat ditunda beberapa menit. Tak lama kemudian, terjadi aksi saling dorong antara Pengamanan Dalam (Pamdal) DPR dengan para mahasiswa yang jumlahnya sekitar 25 orang itu. Meski demikian, sidang tetap berjalan sampai disahkannya RUU tersebut menjadi UU.

Salah satu pendemo mengatakan, demonstrasi kali ini dilakukan di setiap pintu masuk Komplek Gedung MPR/DPR, Senayan Jakarta. Ia mengklaim jumlah pendemo sekitar 100 orang. Selain dari UI, beberapa universitas lain seperti ITB, IPB, Unas dan UNJ, ikut bergabung dalam demo tersebut. Intinya, mereka menuntut pengesahan RUU BHP.

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI tahun 2008, Edwin Noffsan Naufal, mengatakan RUU BHP akan mengkomersialisasikan pendidikan Indonesia. Menurutnya, hal itu terlihat pada Bab VI yang mengatur masalah pendanaan. “Artinya pendidikan tidak lagi dilihat sebagai hak dasar warga negara, tapi dilihat sebagai komoditas dagang,” kata mahasiswa yang memakai almamater kuning ini.

Pasal 41 RUU BHP

(1) Pemerintah dan Pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya menanggung seluruh biaya pendidikan untuk BHPP dan BHPPD dalam menyelenggarakan pendidikan dasar untuk biaya operasional, biaya investasi, beasiswa, dan bantuan biaya pendidikan bagi peserta didik, berdasarkan standar pelayanan minimal untuk mencapai standar nasional pendidikan

(2) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dapat memberikan bantuan sumberdaya pendidikan kepada badan hukum pendidikan

(3) Pemerintah dan Pemda sesuai dengan kewenangannya menanggung seluruh biaya investasi, beasiswa, dan bantuan biaya pendidikan pada BHPP dan BHPPD yang menyelenggarakan pendidikan menengah berdasarkan standar pelayanan minimal untuk mencapai standar nasional pendidikan

(4) Pemerintah dan pemda sesuai dengn kewenangannya menaggung paling sedikit 1/3 (sepertiga) biaya operasional pada BHPP yang menyelenggarakan pendidikan minimal untuk mencapai standar nasional pendidikan.

(5) Pemerintah bersama-sama dengan BHPP menanggung seluruh biaya investasi, beasiswa, dan bantuan biaya pendidikan pada BHPP yang menyelenggarakan pendidikan tinggi berdasarkan standar pelayanan minimal untuk mencapai standar nasional pendidikan

(6) Pemerintah bersama-sama dengan BHPP menanggung paling sedikit 1/2 (seperdua) biaya operasional, pada BHPP yang menyelenggarakan pendidikan tinggi berdasarkan standar playanan minimal untuk mencapai standar nasional pendidikan

(7) Peserta didik yang ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan harus menanggung biya tersebut sesuai dengan kemampuan peserta didik, orang tua, atau pihak yang bertanggung jawab membiayainya.

(8) Biaya penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) yang ditanggung oleh seluruh peserta didik dalam pendanaan pendidikan menengah berstandar pelayanan minimal untuk mencapai standar nasional pendidikan pada BHPP atau BHPPD pling banyak 1/3 (sepertiga) dari biaya operasional

(9) Biaya penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) yang ditanggung oleh seluruh peserta didik dalam pendanaan pendidikan tinggi berstandar pelayanan minimal untuk mencapai standar nasional pendidikan pada BHPP paling banyak 1/3 (sepertiga) dari biaya operasional

(10) Dana pendidikan dari pemerintah dan pemda sesuai dengan kewenangannya pada badan hukum pendidikan diberikan dalam bentuk hibah sesuai dengn ketentuan peraturan perundang-undangan.

Edwin menerangkan, dirinya sudah mengikuti perkembangan RUU ini lebih dari tiga tahun. Menurutnya, pihak BEM sebenarnya sudah mempersiapkan tandingan RUU BHP. Konsep yang mereka punya ada badan pelayanan umum. Konsep ini dinilai jauh lebih baik sesuai dengan kondisi pendidikan di Indonesia.

“UI semenjak jadi BHMN, biaya kuliah terus naik. UI melaksanakan ujian mandiri keluar dari SPMB. Ini menghambat akses. Itu baru BHMN, apalagi disahkan menjadi BHP. Ini (BHP, red) lebih kejam dari BHMN,” ujarnya.

Dapat Keringanan Sepertiga

Menanggapi persoalan tersebut, Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU BHP, Heri Akhmadi mengatakan, para demonstran tersebut belum membaca naskah RUU BHP yang terakhir. Ia malah menanyakan dimana letak komersialisasi dan liberalisasi yang digembar-gemborkan pendemo. Menurutnya, sejak dari ketentuan dasar dan filosofisnya, sudah diterapkan bahwa badan pendidikan itu bersifat nirlaba.

“Artinya, tidak boleh mengambil keuntungan apapun, jika ada keuntungan sisa operasional, itu harus diinvestasikan kembali ke pendidikan itu sendiri. Jadi secara prinsip dimana komersialisasi itu terjadi?” tanya anggota DPR dari Fraksi PDIP ini.

Ia mengatakan, RUU BHP merupakan koreksi besar terhadap BHMN. Heri mencontohkan, selama ini 90 persen Rancangan Anggaran Belanja (RAB) UI diperoleh dari pungutan SPP mahasiswa. “Nah, berdasarkan UU yang baru, sekarang hal tersebut tidak boleh lagi,” katanya.

Heri melanjutkan, perguruan tinggi negeri maksimal hanya boleh memungut sepertiga dari biaya operasional pendidikan dari mahasiswa. Menurutnya, tidak boleh lagi ada investasi yang dibebankan kepada mahasiswa. “Kewajiban untuk melakukan investasi harus dipenuhi oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan badan hukum pendidikan,” katanya.

Menurutnya, mahasiswa hanya dibebankan untuk biaya operasional saja, yakni sebesar 33 persen. Artinya mahasiswa mendapatkan keringanan biaya sebesar sepertiga dari jumlah keseluruhan anggaran. “Selebihnya itu ditanggung oleh negara dan oleh BHP nya itu sendiri,” pungkasnya.

(Fat) Sumber: Hukumonline

Kasus Dirwan, KPUD Bengkulu Merasa Tak Kecolongan

JAKARTA, KAMIS - Ketua KPUD Bengkulu Selatan Juli Hartono menampik jika pihaknya dianggap lalai karena meloloskan pasangan calon Bupati terpilih Dirwan Mahmud dengan pasangannya Hartawan.

Hal itu dikatakannya seusai pembacaan putusan dalam sidang sengketa Pilkada di ruang sidang Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (8/2). “KPUD tidak kecolongan karena KPU berpikir legalisting, karena yang bersangkutan tidak pernah dipidana di pengadilan negeri di tempat pengadilan calon. KPU sudah melaksanakan tugas semaksimal mungkin,” katanya.

Namun demikian, KPU Bengkulu Selatan akan segera melakukan koordinasi dengan KPU Provinsi Bengkulu, KPU Pusat, Depdagri dan pihak terkait lainnya terkait penyelenggaraan pemungutan suara ulang. “Kita akan koordinasi secara horisontal dan vertikal, mengenai langkah kita selanjutnya, belum bisa dipastikan waktu pastinya,” jelasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi telah membatalkan hasil Pemilukada Kabupaten Bengkulu Selatan. Hal itu berdasar permohonan perselisihan hasil pemilukada Kabupaten Bengkulu Selatan, yang diajukan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Bengkulu Selatan, Reskan Effendi dan Rohidin Mersyah terhadap Bupati terpilih Dirwan Mahmud dan pasangannya Hartawan.

Dalam konklusinya, MK juga menyatakan Bupati terpilih Dirwan Mahmud, yang juga pernah menjabat sebagai Ketua DPRD Bengkulu Selatan selama dua periode, terbukti tidak memenuhi syarat sejak awal menjadi pasangan calon dalam Pemilukada Kabupaten Bengkulu Selatan. “Yang bersangkutan terbukti secara nyata pernah menjalani hukumannya karena delik pembunuhan yang diancam dengan hukuman lebih dari lima tahun,” tegas Ketua MK Mahfud MD selaku ketua majelis hakim.

Dalam putusannya, MK juga menyimpulkan KPU Kabupaten Bengkulu Selatan dan Panwaslu Kabupaten Bengkulu Selatan telah melalaikan tugas karena tidak pernah memproses secara sungguh-sungguh laporan-laporan yang diterima mengenai latar belakang dan tidak terpenuhinya syarat Dirwan Mahmud, sehingga Pemilukada berjalan dengan cacat hukum sejak awal.

Tetapi salah satu hakim konstitusi Achmad Sodiki mempunyai pendapat yang berbeda (dissenting opinion) mengenai putusan tersebut. Menurut dia, pasal 58 f UU Nomor 32 Tahun 2004 seyogianya ditinjau kembali kegunaannya atau penafsirannya sehingga memberi masa depan narapidana yang lebih cerah dan manusiawi.

Sumber : Kompas